Sriwijayatimes.com | Martapura – Gelar Pahlawan Nasional diberikan oleh pemerintah kepada seorang warga negara Indonesia, yang semasa hidupnya melakukan tindakan yang sangat berjasa bagi bangsa dan negara, oleh sebab itu Pahlawan Nasional patut dihargai.
Namun hal tersebut tidak didapat oleh seorang Pahlawan Nasional yang bernama Tan Malaka, pada masa perjuangan hingga akhir hayatnya nama Tan Malaka seringkali dikesampingkan bahkan dilupakan. Tan Malaka lahir di Payakumbuh Sumatera Barat pada tahun 1897, namun sebagian hidupnya dihabiskan diluar negeri, mulai dari Belanda, Jerman, Rusia, dan China serta Asia Tenggara.
Pada tahun 1913 Tan Malaka menjalani kehidupan sebagai siswa di Rijkskweekschool, sebuah sekolah Pendidikan guru di Harleem, Belanda. Pada masa inilah pemahaman tentang politiknya mulai berkembang. Tan Malaka tidak bisa menghindar dari situasi politik saat itu dan mulai akrab dengan buku-buku karya Karl Marx, Friedrich Engels, maupun Vladimir Lenin.
Setelah 6 Tahun dibekali pendidikan politik di Belanda, Tan Malaka memutuskan untuk kembali ke Indonesia, dengan cita-cita mengubah nasib Bangsa Indonesia. Tahun 1921 merupakan awal Tan Malaka berkiprah dalam dunia politik dengan begabung ke Sarikat Islam (SI) Semarang bersama Semaun. Pada Masa itu SI sedang mengalami perseteruan antara faksi Islam dan faksi Komunis yang mengakibatkan SI terpecah, Tan Malaka bergabung dengan SI Merah pimpinan Darsono.
Beberapa bulan kemudian, Tan Malaka keluar dari SI Merah akibat paham yang tidak sejalan. 2 Maret 1922 Tan Malaka ditangkap Pemerintah Kolonial Belanda di Tanjung Priok, Jakarta. Atas tuduhan mendalangi pemogokan buruh pelabuhan dan Tan di buang ke Belanda.
Menjadi orang buangan tidak melunturkan semangat Tan Malaka untuk mengabdi kepada rakyat. Pada tahun 1925 di Kanton, China, Tan Malaka menulis sebuah brosur panjang yang berjudul “Naar de Republiek Indonesia” yang memuat konsep Republik dan Tan Malaka lah orang pertama yang menulis konsep Republik Indonesia.
Para pemimpin perjuangan termasuk Sukarno membaca brosur itu dan menjadikan bahan untuk pidatonya, awal tahun 1926 Tan Malaka menulis buku “Massa Aksi” yang menginpirasi W.R Supratman dalam menciptakan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Tahun 1942 Tan Malaka memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk melanjutkan perjuangannya. Puwokerto, awal tahun 1946 ia menggalang kongres persatuan perjuangan untuk mengambil alih kekuasaan dari tangan sekutu, namun pada tanggal 17 Maret 1946 Tan Malaka ditanggkap di Madiun atas tuduhan akan mengkudeta Sukarno – Hatta. Setelah Dua Setengah Tahun di penjara, ia dibebaskan dan mendirikan Partai Murba di Jogjakarta.
Partai Murba adalah partai terakhir Tan Malaka, karena pada 21 Februari 1949 Tentara Republik Indonesia menangkap dan mengeksekusinya di Gunung Wilis, Kediri, Jawa Timur. Nama Tan Malaka diabadikan sebagai Pahlawan Nasional sejak diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 53 tahun 1963 tanggal 28 Maret 1963.
Namun 3 tahun kemudian, setelah Soekarno turun dari jabatan presiden nama Tan Malaka hilang dan tidak pernah terdengar lagi hingga Indonesia masuk dalam era reformasi nama Tan Malaka baru kembali diakui sebagai Pahlawan Nasional dan Bapak Republik Indonesia. (IRZ)